Kamis, 26 Maret 2009

Famous Ala google

Tahun depan harus lebih baik, kata mereka. Tuhan menghendaki itu. Kalimat itu adalah kalimat yang bertuah. Berapa juta manusia mengucapkan hal itu? Tak peduli orang saleh atau salah, selalu saja mereka seperti berlomba mengucapkan kata-kata seperti itu saat tahun sudah hampir sampai di ujungnya seperti saat ini. Lalu di mana-mana orang pun tergopoh-gopoh membuat laporan evaluasi, laba-rugi, kemajuan dan kemunduran.

Seberapa baik atau hebat dirimu tahun ini? Setiap orang bisa menjawab dengan cara yang berbeda-beda. Ada yang menjawabnya dengan membeberkan keberhasilannya lewat sederetan angka-angka bonus, gaji, rapor, atau target penjualan yang sukses ia lampaui.

Itu cara introspeksi yang lazim. Parsons the New School for Design di kota New York punya cara tak jamak untuk mengevaluasi murid-muridnya. Hidup di saat Internet ada di setiap denyut kehidupan–Google adalah sarapan pagi, situs komunitas Internet Facebook.com sudah digandrungi bahkan oleh kakek-nenek yang usianya di atas 70 tahun–Parsons mewajibkan muridnya mengukur kehebatan mereka dengan ukuran: seberapa terkenal mereka di Internet. Sekolah desain itu tak peduli seberapa pintar muridnya, berapa banyak blog yang dibuat si murid, berapa banyak video yang diunggah ke Internet, dan berapa banyak jumlah teman di Friendster atau Facebook.

Hari-hari menjelang akhir tahun seperti ini adalah hari-hari yang menggigil bagi Jamie Wilkinson, murid sekolah Parsons. Bukan karena suhu New York sedang anjlok, tapi karena pekan-pekan ini adalah pekan gawat menjelang final penentuan siapa murid di sekolahnya yang paling terkenal di Internet. Caranya bisa dilihat siapa yang nangkring di urutan teratas di mesin pencari Google bila dimasukkan kata kunci tertentu. Semakin banyak blog yang ditulis, semakin banyak teman di Friendster atau Facebook, akan semakin terkenal orang tersebut di Internet. Wilkinson khawatir sekali gagal dalam “tes” ini.

Parsons memilih cara ini untuk mengajarkan betapa pentingnya menjadi terkenal di Internet–sesuatu yang kini amat bernilai tapi tak pernah diajarkan orang tua. “Di dunia seperti sekarang, saat situs Facebook bisa bernilai US$ 16 miliar (sekitar Rp 150,4 triliun), kami ingin mengajak murid belajar dan berinteraksi langsung, bukan sekadar membaca studi kasus,” kata Ted Byfield. “Ini bukan abad ke-16, yang murid hanya belajar dari dosen yang berdiri di ruang kelas. Mereka kini bisa belajar dari mana saja.”

Untuk menjadi terkenal, murid seperti Wilkinson melakukan banyak hal. Ia mengunggah video musik bikinannya. Wow, dia meraih 13 ribu pengunjung. Tiap siang dan malam, tiga komputer di kamar Wilkinson terus menyala. Ia mempromosikan situsnya ke forum diskusi, aneka mailing list, dan jejaring sosial. Begitulah semua jurus dipakai Wilkinson agar ia nangkring di posisi teratas di Google.

Terkenal di Google memang bisa menjadi sumber uang. Beberapa orang Indonesia yang tahu cara terkenal ala Google ini bisa menghasilkan uang hingga Rp 90 juta sebulan dengan membuat situs yang memuat iklan baris Google atau Adsense. Cosa Aranda (www.cosaaranda.com) adalah contoh ini.

Tidak ada komentar: